LatestNewsofWorld.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan komitmennya dalam mengusut dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang dikenal sebagai Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Pada hari ini, KPK memanggil salah satu anggota Komisi XI DPR RI, Satori, sebagai saksi dalam penyidikan kasus yang mulai menarik perhatian publik.
Gambar Istimewa : hukumid.co.id
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa Satori telah memenuhi panggilan dan hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan. Sementara itu, satu saksi lainnya, yakni Heri Gunawan, masih belum hadir.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dalam perkara dugaan korupsi terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). ST sudah hadir, sementara HG belum,” ujar Budi dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, dan turut menghadirkan sejumlah pejabat dari Bank Indonesia. Di antaranya adalah Kepala Departemen Keuangan BI, Pribadi Santoso, serta Nita Ariesta Moelgeni dari Grup Relasi Lembaga Publik Pengelolaan PSBI dan Puji Widodo, Kepala Divisi Relasi Lembaga Publik 2.
Langkah KPK ini menjadi bagian dari penyelidikan mendalam atas dugaan penyimpangan penyaluran dana CSR yang seyogianya digunakan untuk kepentingan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Namun, dalam temuan awal, dana tersebut justru diduga kuat digunakan untuk kepentingan pribadi oleh oknum tertentu.
Satori Diduga Gunakan Dana CSR untuk Beli Properti Pribadi
Dalam keterangannya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membuka peluang bahwa status Satori sebagai saksi bisa saja berubah menjadi tersangka dalam waktu dekat. Meskipun hingga saat ini statusnya belum resmi dinaikkan, namun penyelidikan terus berlanjut untuk memperkuat bukti.
“Masih kami perdalam. Statusnya memang belum berubah, tapi sebentar lagi bisa saja terjadi perubahan. Prosesnya bertahap,” ungkap Asep kepada wartawan.
Ketika ditanya soal mengapa Satori sudah diperiksa sebanyak tiga kali namun belum ditetapkan sebagai tersangka, Asep menegaskan bahwa hal itu masih dalam koridor penyidikan. Ia menyebut, pihaknya tengah fokus mengungkap bagaimana penggunaan dana CSR itu dialihkan untuk kebutuhan pribadi.
Asep menyampaikan bahwa Satori diduga melakukan penarikan tunai dari dana CSR dan menyerahkannya kepada pihak lain untuk membeli sejumlah properti, yang kemudian menjadi milik pribadi.
“Dana tersebut digunakan untuk keperluan pribadi seperti pembelian properti. Dia tarik tunai, diberikan kepada orang, dan properti yang dibeli itu akhirnya dimiliki pribadi,” jelas Asep.
Temuan ini jelas memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan dana negara yang seharusnya disalurkan demi kemaslahatan masyarakat, bukan untuk memperkaya diri sendiri.
KPK Fokus Dalami Alur Dana dan Peran Pihak Terkait
Dalam konteks hukum, penyalahgunaan dana CSR oleh pejabat publik merupakan pelanggaran serius yang bisa dikenai pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK terus mendalami alur dana, siapa saja yang terlibat, serta bagaimana pola penyelewengan dilakukan. Pemeriksaan terhadap Satori bukan kali pertama, dan sinyal perubahan status menjadi tersangka semakin menguat seiring dengan banyaknya bukti yang dikumpulkan.
KPK juga tengah menggali peran pejabat internal Bank Indonesia yang memungkinkan dana CSR tersebut bisa digunakan di luar prosedur. Pemeriksaan terhadap pejabat seperti Pribadi Santoso dan staf di unit PSBI mengindikasikan bahwa KPK ingin membongkar dugaan adanya kerja sama sistematis antara oknum DPR dan pihak internal bank sentral.
KPK Serius Ungkap Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia
Kasus ini menjadi pengingat kuat bahwa program-program sosial milik negara, seperti CSR Bank Indonesia, sangat rentan diselewengkan jika tidak diawasi secara ketat. Pemanggilan Satori oleh KPK, serta pengakuan bahwa dana digunakan untuk membeli properti pribadi, menjadi sinyal bahwa penegakan hukum akan terus bergerak meski dilakukan bertahap. Publik kini menanti kelanjutan kasus ini dan apakah status Satori akan segera berubah menjadi tersangka.